.quickedit{display:none;}

beranda

Rabu, 11 Februari 2009

Meledak Nggak Ya, Kompor Gas-nya...

Beralihnya pemanfaatan sumber minyak tanah sebagai salah satu bahan bakar menjadi gas elpiji menuai banyak kontroversi. Ada yang pro dan ada yang kontra. Pendukung yang pro terhadap konvensi gas merasa bahwa ini merupakan sesuatu hal yang wajar karena suatu saat kita akan memanfaatkan energy lain untuk keperluan sehari-hari manusia. Contoh sederhana misalkan dari kompor berbahan bakar minyak tanah menjadi kompor berbahan gas elpiji. Karena berpandangan bahwa suatu saat sumber energy minyak tanah akan habis maka harus ada sumber alternative yang lebih mudah didapat dan murah. Inilah yang menjadi alasan mengapa kemudian pemerintah memberikan konvensi kompor gas kepada masyarakat secara menyeluruh. Dan yang pro, menggangap bahwa minyak tanah masih bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari. Sekedar membandingkan antara kota dengan daerah-daerah pelosok yang tidak mudah dijangkau. Mereka harus bersusah payah untuk mendapatkan konvensi gas elpiji dari pemerintah, tapi permasalahanya bukan itu saja factor savety dan fleksibelitas menjadi hal yang patut kita cermati. Sudah mendapatkan gas elpiji yang susah malah ditambah dengan keamanan dan kenyamanan yang kurang karena takut gas elpiji meledak, keracunan gas dan lain-lain.

Contoh kasus pada sebuah pedesaan yang memang akses dari perkotaan masih jauh. Ketika dari pemerintah mengambil kebijakan untuk pengalihan sumber energy dari minyak tanah ke gas elpiji, semua warga di pedesaan tersebut khawatir. Dalam benak mereka yang nutabene adalah orang yang berpendidikan rendah sudah tergambar dalam benak mereka bagaimana rumitnya ketika nanti akan memasang gas elpiji tersebut, bagaimana jika nanti terjadi kebocoran gas, bagaimana nanti jika terjadi kebakaran akibat gas elpiji tersebut meledak dan lain-lain. Kekhawatiran ini mucul karena sebuah kewajaran, dikarenakan mereka belum faham, dan belum tahu tingkat keamanannya juga diperhatikn oleh pemerintah sebelum gas tersebut di bagikan ke warga sekitar. Akan tetapi memang ada sebagian warga yang masih kekeh dengan pendirianya yang masih mempertahankan dan menggantinya menjadi bahan bakar kayu yang mudah di dapatkan ketika di desa. “ dari pada membeli gas elpiji, mending uang untuk beli elpiji digunakan untuk beli beras atau sayuran, lebih saya memakai bahan kayu saja saat memasak karena ini tidak mengeluarkan niaya sepeserpun”, munglin kata-kata itu yang akan terlontar dari mulut mereka. Samapai kapan ini akan bertahan? Satu hari, satu bulan, satu tahun, atau satu abad bisa jadi memang masyarakat kita masih menganut paham traditional. Bisa jadi akan tetap dipertahankan karena ini adalah khasanah budaya bangsa kita, atau bisa jadi lama kelamaan akan terkikis oleh perkembangan jaman yang semakin modern ini. Kita tunggu saja nanti apa yang akan dilakukan oleh pemerintah....

2 komentar:

T.Yonaskummen mengatakan...

Iya.. banyak yg masih berpikir spt itu mass...
http://sekedar-komentar.blogspot.com/2009/03/elpiji-meledak-gimana-cara-mencegahnya.html

Anonim mengatakan...

Untuk pengguna kompor gas sebenarnya tidak perlu takut asal kita hati-hati dan waspada.saya menggunakan kompor gas sejak tahun 2001 sampai sekarang, alhamdulillah tidak ada masalah.tip buat semua pengguna kompor gas :
1.pasang regulator dengan pas, apabila masih ada desisan coba ganti karet sil yang pas sehingga tidak ada lagi desisan/bocoran.
2.bersihkan kompor dan instalasinya minimal 3 bulan sekali
3.gantilah srare part yang sudah tidak layak pakai,kalo saya biasanya kalau selang sudah retak-retak saya ganti dengan yang baru, juga lempengan kuningan yang ditengah sudah mulai bengkok harus cepat diganti